PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Pendidikan Islam di Kerajaan
Demak
Sistem
pelaksanaan pendidikan agama Islam di Demak yaitu dengan mendirikan masjid
di tempat-tempat sentral di suatu daerah. Disana diajarkan pendidikan agama di
bawah pimpinan seorang Badal untuk menjadi guru, yang menjadi pusat pendidikan
dan pengajaran serta sumber agama Islam.
Kitab
keluaran Demak adalah Usul 6 Bis, yaitu kitab yang berisi 6 kitab dengan
6 Bismillahirrahmanirrahim, karangan ulama Sarkandi, tentang
dasar-dasar ilmu agama Islam. Kitab lainnya adalah Tafsir Jalalain, kitab jawa kunoyaitu Primbon, berisi catatan tentang ilmu-ilmu agama,
macam-macam doa, obat-obatan, ilmu gaib, bahkan wejangan para wali. Selain itu,
dikenal pula kitab-kitab yang dikenal dengan nama Suluk Sunan Bonang, Suluk
Sunan Kalijaga, Wasita Jati Sunan Geseng dan lain-lain. Dimana seluruh kitab
tersebut berbentuk diktat dan ditulis tangan.
Pendidikan dan
Pengajaran Islam zaman Mataram
Beberapa
tempat Pengajian Qur’an diadakan di desa-desa. Di sana diajarkan huruf
hijaiyah, membaca al Qur’an, pokok-pokok dan dasar ilmu agama Islam. Cara
mengajarkannya adalah dengan menghafal.
Pengajian
Kitab dikhususkan pada murid-murid yang telah mengkhatamkan al Qur’an. Guru di
Pengajian Kitab biasanya adalah modin terpandai di desa itu. Bisa juga modin
dari desa lain yang memenuhi syarat, baik dari kepandaiaan maupun budi
pekertinya. Guru-guru tersebut diberi gelar Kiyai Anom. Waktu belajar ialah
pagi, siang, dan malam hari. Kitab-kitab yang diajarkan ditulis dalam bahasa
arab lalu diterjemahkan ke dalam bahasa daerah. Pelajarannya antara lain Usul 6
Bis, kemudian matan Taqrib, dan Bidayatul Hidayah karya Imam Ghazali dalam ilmu
akhlak. Pengajarannya dilakukan dengan sorongan. Di
beberapa kabupaten, diadakan Pesantren Besar, lengkap dengan asrama atau pondok
untuk melanjutkan pendidikan dari pesantren desa ke tingkatan tinggi. Gurunya
bergelar Kiyai Sepuh atau Kanjeng Kiyai. Pesantren ini berperan sebagai lembaga
pendidikan tingkat tinggi. Kitab-kitab yang diajarkan pada pesantren besar
ialah kitab-kitab besar dalam bahasa arab, lalu diterjemahkan kata demi kata ke
dalam bahasa daerah dan dilakukan secara halaqah. Bermacam-macam ilmu agama
diajarkan disini, seperti: fiqh, tafsir, hadits, ilmu kalam, tasawuf, dan sebagainya.
Selain pesantren besar, juga diselenggarakan semacam pesantren takhassus, yang
mengajarkan satu cabang ilmu agama dengan cara mendalam atau spesialisasi.
Pendidikan pada masa belanda
Umat islam pada masa itu
mengenal dua bentuk lembaga pendidikan yang dikelola umat islam dan yang
dikelola colonial. System pendidikan yang dikelola Belanda adalah pendidikan
modern liberal dan netral agama. Namun kenetralan Belanda ternyata tidak
konsisten karena Belanda lebih melindungi Kristen dari pada islam. Karena
mereka menganggap islam memiliki kekuatan politik yang membahayakan mereka.
Maka islam senantiasa mengalami tekanan dan selalu diawasi gerak geriknya.
Pendidikan Islam pada masa
Penjajah Jepang
Pada awalnya pemerintah jepang
mengambil siasat merangkul umat islam sebagi mayoritas penduduk Indonesia.
Sikap penjajah jepang terhadap pendidikan islam ternyata lebih lunak, sehingga
ruang gerak pendidikan islam lebih bebas. Pesantren-pesantren yang besar sering
mendapat kunjungan dan bantuan dari pembesar-pembesar jepang. Sekolah negeri
diberi pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran agama.
Pemerintah Jepang juga mengizinkan berdiirnya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta
yang dipimpin oleh KH. Wahid Hasyim, Kahar Muzakir, dan Bung Hatta.
Pendidikan islam di zaman
jepang dapat bergerak lebih bebas bila dibandingkan dari zaman belanda. Pada masa penjajahan jepang atas usaha Muhmud Yunus
di sumatera barat, dapat disetujui oleh kepala jawatan pengajaran jepang untuk
memasukkan pendidikan agama islam ke sekolah-sekolah pemerintah, mulai sekolah
dasar.
Pendidikan Islam Masa Orde Lama
(Zaman Kemerdekaan)
Setelah Indonesia merdeka,
penyelesaian pendidikan agama mendapat perhatian serius dari pemerintah,
baik di sekolah negeri maupun swasta. Usaha untuk itu dimulai dengan memberikan
bantuan terhadap lembaga tersebut sebagaimana yang dianjurkan oleh Badan
Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27 Desember 1945, yang
menyebutkan bahwa :
Madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah satu alat dan sumber
pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang tidak berurat akar dalam
masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian dan
bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan material dari pemerintah.
Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru
Pendidikan pada
hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di
dalam dan di luar sekolah berlangsung seumur hidup. Oleh karenanya agar
pendidikan dapat dimiliki oleh sebuah rakyat sesuai dengan kemampuan
masing-masing individu.
Menurut UU Nomor 2 tahun
1989 tersebut, pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan berbudi pekerti luhur, memiliki ketrampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Beberapa prinsip yang perlu
diperhatikan dari undang-undang Sistem Pendidikan Nasional
ini, mengusahakan :
1. Membentuk manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi
kualitasnya yang mampu mandiri.
2. Pemberian dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa dan negara
Indonesia yang terwujud dalam ketahanan nasional yang tangguh.
Sistem Pendidikan Pada masa Orde
Lama dan Baru
Terjadi semacam dualisme
pendidikan di Indonesia, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Di satu
pihak Departemen Agama mengelola semua jenis pendidikan agama baik di
sekolah-sekolah agama maupun di sekolah-sekolah umum.
Program pendidikan
kementrian agama sebagai berikut :
1. Pesantren klasik, semacam sekolah swasta keagamaan yang menyediakan asrama,
yang sejauh mungkin memberikan pendidikan yang bersifat pribadi, sebelumnya
terbatas pada pengajaran keagamaan serta pelaksanaan ibadah.
2. Madrasah diniyah, yaitu sekolah-sekolah yang memberikan pengajaran tambahan
bagi murid sekolah negeri yang berusia 7 sampai 20 tahun.
3. Madrasah-madrasah swasta, yaitu pesantren yang dikelola secara modern.
4. Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), yaitu sekolah dasar negeri enam tahun, di
mana perbandingan umum kira-kira 1:2.
5. Suatu percobaan baru telah ditambahkan pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri
(MIN) 6 tahun, dengan menambahkan kursus selama 2 tahun, yang memberikan
latihan ketrampilan sederhana.
6. Pendidikan teologi agama tertinggi. Pada tingkat universitas diberikan
sejak tahun 1960 pada IAIN. IAIN ini dimulai dengan dua bagian / dua fakultas
di Yogyakarta dan dua fakultas di Jakarta.
Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi
Lembaga pendidikan
Islam adalah lembaga pendidikan Islam memiliki potensi yang sangat besar bagi
jalannya pembangunan di negeri ini terlepas dari berbagai anggapan tentang
pendidikan yang ada sekarang, harus diingat bahwa pendidikan Islam di Indonesia
telah banyak melahirkan putera puteri bangsa yang berkualitas.
Dakwah islam / Pendidikan walisongo
Metode yang digunakan
oleh Walisongo dalam berdakwah ada tiga macam, yaitu:
1. Al-Hikmah (kebijaksanaan) : Al-Hikmah merupakan kemampuan dan ketepatan
da’i dalam memilih, memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi
objektif mad’u (objek dakwah). Sebagaimana yang dilakukan oleh Sunan Gudus.
2. Al-Mau’izhah Al-Hasanah (nasihat yang baik) : memberi nasihat dengan
kata-kata yang masuk ke dalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam
perasaan dengan penuh kelembutan; tidak membongkar atau membeberkan kesalahan
orang lain sebab kelemah-lembutan dalam menasehati seringkali dapat meluluh
hati yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan
kebaikan daripada larangan dan ancaman. Inilah yang dilakukan oleh para wali.
3. Al-Mujadalah Billati Hiya Ahsan (berbantah-bantah dengan jalan
sebaik-baiknya) : tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis,
yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat
yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Antara satu
dengan lainnya saling menghargai dan menghormati pendapat keduanya berpegang
kepada kebenaran, mengakui kebenaran pihak lain dan ikhlas menerima hukuman
kebenaran tersebut. sebagaimana dakwah Sunan Ampel kepada Adipati Aria Damar
dan Sunan Kalijaga kepada Adipati Pandanarang.
0 komentar:
Posting Komentar